BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses pendidikan sebenarnya telah juga berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi.
Perkembangan pendidikan pada masa nabi Muhammad hingga pada khalifah-khalifah selanjutnya. Hingga pada masa daula bani Abbasiyah yang merupakan Masa sangat berhasil dalam mengembangkan ilmu Pendidikan.
Di semester tiga ini kitra dihadapkan dengan mata kuliah sejarah pendidikan islam. Aqidah ilmu kalam sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. sebagai mahasiswa atau calaon guru memang dirasa sangat penting apa bila membehas mengenai Sejarah Pendidikan islam ini.. Karna dengan mempelajari sejarah pendidikan islam ini, banyak sekali hikmah dan pelajaran yang dappat diambil dari mempelajari ilmu ini. Apa lagi ilmu islam tidak kan terlepas dari membahas sejarah mnegenai perkembangan ilmu mengenai pendidikan.
2. Tujuan
Mengenai tujuan dan maksud dibuatnya makalah ini adalah selain memenuhi tugas, juga bertujuan mengembangkan pengetahuan Sejarah Pendidikan Islam lebih luas, khususnya membahas mengenai “Dianamika Pendidikan pada Masa Abbasiyah Periode AL-Ma’mun.
PEMBAHASAN
1. Biografi Al-Ma’un
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai pendidikan pada masa Al-ma’mun. Ada lebih baiknya kita mengenal biagrafi Al-ma’mun.
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abbas Al-Ma’mun. Abdullah Al-ma’mun dilahirkan pada tanggal 15 rabi’ul awal 170 H/ 786 M. Bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-ma’mun termasuk putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama kasai Nahvi dan Yazidi.[1]
Al-ma’mun beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Selain belajar Al-Qur’an, ia juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab yang digunakan adalah karya Imam Malik sendiri, yaitu kitab Al-muwatha. Disamping ilmu-ilmu itu, ia juga pandai Ilmu sastra, belajar Ilmu tata Negara, hukum filsafat, astronomi, dan lain sebagainya. Sehingga ia dikenal sebagai pemuda yang pandai. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal, terutama dengan saudara nya bernama Al-Amin, akhirnya Al-Ma’mun menggapai cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/ 813 H
Al-Ma’mu adalah Seorang Khalifah termasyhur sepanjang sejarah dinasti Bani Abbasiyah. Selain seorang pejuang pemberani, juga seorang penguasa yang bijaksana. Pemerintahannya menandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah islam. Selama lebih kurang 21 tahun masa kepemimpinannya mampu meninggalkan warisan kemajuan intelektual islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi berbagai aspek ilmu pengetahuan, seperi matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat. [2]
2. Sejarah Pemerintahan Abdullah Al-Ma’mun (198-218 H/ 813-833H)
Sejarah pemerintahan Al-Ma’mu dapat kita lihat dari usaha-usaha yang dilakukan pada masa ia memerintah. Adapun usaha-usaha yang dilakukan khalifah Al-ma’un dalam pemerintahannya baik dilihat dari politik, social, agama, keilmuan dan lain sebagainya dapat dilihat sebagai berikut:
a. Mengatasi gerakan pemberontak
Al-ma’mun menduduki jabatan khalifah pada tahun198 H/ 813 M. Yakni setelah berhasil memenangkan pertempuran dalam perang saudara dengan Al-Amin. Namun ia tidak mau menetap dikota bagdad menjalankan pemerintahan, karena ia lebih tertarik melakukan studi dimerv. Untuk menjalan roda pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada Fadl bin sahal.
a. Penertiban Administrasi Negara
Salam sejarah ia dikenal sebagai administrator yang pandai dalam mengatur roda pemerintahan, sehingga dalam masa pemerintahan dinasti Abbasiyah sangat tertib dan berjalan baik. Hal ini terjadi selain Karena situasi politik mulaii stabil, dan tidak banyak pemberontakan, juga karena Al-Ma’mun merupakan salah seorang khalifah yang memiliki pengetahuan luas dan keterampilan didalam mengatur Negara sehingga Negara menjadi makmur dan stabil.
b. Penataan Ulang Sistem Pemerintahan
Usaha lain yang dilakukan Al-Ma’mun adalah melakukan penataan ulang tentang system pemerintahan yang pernah mengalami kemunduran pada masa pemerintahan kakaknya Al-Amin. Penataan system pemerintahan ini menjadi suatu yang sangat penting untuk segera dilakukan. Karena system yang sebenarnya telah mapan, yakni ketika ayahnya Harun Arrasyid memerintah, Dan dilanjutkan oleh kakaknya Al-Amin yang mengalami masa berhenti dan tidak berjalannya system secara maksimal.
Melihat begitu pentingnya penataan itu, maka Al-Ma’mun mengangkat Ahmad bin Khalik sebagai kepala rumah tangga istana, dan mengangkat pejabat Negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan Negara.
c. Pembentukan Badan Intelijen
Khalifah Al-Ma’un membentuk badan badan intelijen, baik dari dalam maupun luar negri untuk melakukan pengkontrolan dan memberikan informasi terhadap kerja dan tugas-tugas para pejabat yang diangkat terutama wilayah jajahannya, yakni biyzantium. Semua ini akan dijadikan bahan pembuatan kebijakan pemerintahannya.
d. Pembentukan badan Negara
Kebijakan lain yang dikeluarkan Al-Ma’mun adalah pembentukan badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua golongan masyarakat. Tidak ada perbedaan kelas ataupun agama. Dewan ini bertugas melayani masyarakat. Para wakil rakyat mendapat kebebasan penuh didalam mengemukakan pendapat dan bebas berdiskusi didepan khalifah.
e. Toleransi Beragama
Yakni kebebasan beragama. Masyarakat non muslim yang berada dibawah kekuasaannya dilindungi dan diberikan haknya sebagai warga Negara. Bahkan sejumlah non muslim menduduki jabatan penting di pemerintahan. Seperti Gabriel bin Bakhisthu, seorang sarjan Kristen yang memegang posisi penting dikekhalifahannya.
f. Pembentukan Baitul Hikamah dan majlis Munadzarah
Baitul hikmah yang didirikan tidak hanya berfungi sebagai pusat riset, juga perpustakaan dan tempat melakukan berbagai kegiatan ilmiah lainnya. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara sesame umat islam, Majlis Munadzarah yang berfungsi sebagai tempat mendiskusikan berbagai persoalan agama yang dianggap sukar untuk dipecahkan. Kaum intelektual dari berbagai daerah dikumpilkan dilembaga ini. Mereka diminta melakukan kajian dan berbagai riset ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban islam.Pada masa pemerintahannya Munncul ilmu Hadis ternama Yakni Imam Bukhari, dan sejarawan terkenal yakni Al-Waaqidi. [3]
b. Konsep Pendidikan Al-Ma’mun
Ada dua konsep Pendidikan yang dijalankan pada khalifah Al-ma’mun:
a. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut Azyumardi Azra, pendidikan multicultural yaitu sebagai “pendidikan untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demokrafi dan kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.[4] Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas (jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri. Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigma, pola pikir, kebutuhan, keinginan dan tingkat intelektual.[5]
b. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi Pendidikan Islam
Intuisi pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun, dikategorikan sebagai lembaga pendidikan islam yang klasik. Kemudian George Maksidi membagi intuisi pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam. Intuisi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Maktab/kuttab adalah intuisi dasar, maka yang diajarkan disini adalah mengenai khat, kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan syair.
b) Halaqah/ lingkaran yaitu murid-murid yang melingkari gurunya yang duduk di atas lantai. Halaqah merupakan intuisi pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan.
c) Majelis adalah intuisi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai desiplin ilmu. Ada 7 macam majelis, yaitu: majelis Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara, Al-Adab, Al-Fatwa.
d) Masjid adalah intuisi yang telah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
e) Khan berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama satu diantaranya fiqih.
f) Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata.
g) Rumah-rumah ulama digunakan untuk melakukan tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah.
h) Toko buku dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan islam.
i) Observatorium dan rumah sakit sebagai konsep Dasar Pendidikan Multikultural di Intuisi PendidikanIslam.[6]
Sebagai tambahan sedikit, perlu dikemukakan bahwa selain masjid, perpuatakaan, dan tempat penelitian seperti bait Al-hikmah dibangun oleh Al-Ma’mun (833 A.D). yang dilengkapi dengan perpustakaan, pusat kegiatan penterjemah, ruang penelitian, dan asrama bagi para pelajar. Sementara itu Khizanat Al-hima telah pula didirikan oleh yahya dan Dar al-Ilm oleh ja’far bin Muhammad di Mausil. Pada periode ini juga madrasah-madrasah sudah dapat dijumpai tempat belajar yang meliputi agama dan filsafat sebagaimana Madrasah yang dibangun oleh Al-Baihaqi di Nisyafur. [7]
c. Pengaruh Konsep Pendidikan Al-Ma’mun
Pendidikan pada periode ini masih sama dengan pendidikan yang dilaksanakan pada periode awal yaitu dengan menempatkan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan.[8] Demikian pula proses rekrutmen murid yang dilakukan dengan kebebasan, keterbukaan dan kesetaraan dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada murid yang tidak mampu dan yatim piatu serta beasiswa dari para dermawan, para ulama, dan penguasa kepada mereka berdampak positif terhadap pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.[9]
d. Aktivitas Pelajar Dalam menuntut
a. Aktivitas Belajar Langsung dengan Syekh
Pengajaran diberikan langsung kepada murid-murid, seorang demi seorang aktifitas belajar langgsung dengan syekh, yakni dengan cara dibacakan oleh guru dan diulang-ulang secara terus menerus oleh setiap murid atau didekte oleh guru kemudian ditulis oleh murid, selain itu murid juga di suruh menyalin buku yang telah ditulis tangan oleh para guru. Kegiatan belajar seperti itu, berlangsung dalam halaqah-halaqah yang diselenggarakan oleh para ulama.
Murid atau mahasiswa duduk berkeliling, berhadapan dengan seorang Syekh (guru). Guru memberikan pelajaran kepada semua murid yang hadir, guru memulai dengan membaca bismillah dan memuji Allah serta bersholawat kepada Rasul Allah, kemudian baru memulai pelajaran. Jika guru menghafal pelajaran atau dituliskan di diktat, maka dibacakan pelajaran itu dengan perlahan-lahan, lalu murid menulis apa yang dibacakan guru. Setelah selesai dibacakan, lalu guru menerangkan hal-hal yang sulit yang didiktekan tersebut.
Jika pelajar yang telah tamat diajarkan oleh guru maka guru akan menanda tangani naskah-naskah tersebut serta menerangkan bahwa guru telah menjelaskan naskah-naskah tersebut kepada pelajarnya. Kemudian guru memberikan ijazah bahwa ia berhak mengajar atau meriwyatatkan kepada pelajar yang lain. Ijazah tidak diberikan oleh sekolah melainkan oleh guru. Contoh-contoh murid yang belajar langsung kepada gurunya yaitu Muhammad Ibn Sa’ad (168-230/784-845 M) Ia belajar berbagai ilmu pengetahuan keagamaan kepada banyak guru, yang kemudian fokus belajar kepada al-Waqidi. Sehingga ia menjadi kuat hapalan hadits dan Sejarah secara mendalam.
b. Aktivitas Berdebat Sebagai Latihan Intelektual
Tokoh-tokoh yang muncul dalam sejarah adalah mereka yang kritis, berani dan tegas dalam ilmu yang diyakininya benar. Mereka yang menjalani pendidikan tinggi dilembaga-lembaga formal yang melakukan hal tersebut karena kecintaan terhadap kehidupan intelektual.
Terdapat pengelompokan dikalangan mahasiswa yang menunjukan diterimanya seoang pelajar oleh syekh. Pelajar yang terpilih akan duduk didekat syekh dalam halaqah. Syekh berharap mahasiswa yang terpilih akan mengajarkan kembali kepada daerah lain tentang karya dan reputasinya.
Ketika seorang pelajar telah siap dalam bidang studinya, ia maju untuk menjalani ujian lisan. Setelah memenuhi syarat, ia akan menerima sebuah ijazah yang menyatakan kelayakan untuk mengajarkan bidang studi tersebut. Yang kemudianIjazah digunakan untuk mengembangkan karier baik dalam sektor pemerintahan maupun maupun non.
c. Aktivitas Rihlah Ilmu
Pada Masa khalifah Harun Al-Rasyid, Aktifitas ini telah, misalnya murid muslim mengadakan perjalanan sejauh india, Srilanka, Semenanjung Malaysia, dan cina, bahkan sejauh Korea melalui laut. Beberapa contoh mereka yang melakukan rihlah, diantaranya :
1) Imam Bukhari (870M). Adalah seorang ahli hadits. Untuk mengumpulkan hadits-hadits tersebut ia melakukan rihlah ke berbagai tempat. Pengumpulan hadits pertama ia lakukan di tanah sendiri, kemudia ia melanjutka rihlah ke Balkh, Marw, Naisapur, Al-Rai, Baghdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Damaskus, Qisariyah, Asqalan, dan Hims. Rihlah dilakukan selama 16 tahun.
2) Imam Syafi’I (767-820). Ketika itu Ia belajar pada ulama fiqh dan hadits di Mekkah, dan pergi ke Madinah, ketika mendengar ada Ulama besar diasana. ia pun lang kesana. Ia dapat menghapal al-Muwathta karya imam Malik pada usia 13 tahun dan selama di Madinah ia sering bermusyawarah dengan Imam Malik tentang fata Malik. Selama di Madinah ia serin berjalan ke kota-kota untuk memplajari keadaan masyarakat dan kehidupan mereka. Kemudian ia pergi ke Irak dan belajar buku Muhammad ibn Hasan dan belajar langsung padanya, kemudian kembali ke Mekah untuk membawa fiqh Irak. Di masjid Al-Haram ia mengembangkan fiqh Madinah (ahl al-Hadits) dan fiqh Irak (ahl al-ra’yi). Pada tahun 198 H/813 M, ia pindah ke Mesir karena pemeritahan Al-Ma’mun yang berpihak pada Mu’tazilah, yang justru dijauhi Imam Syafi’I, hal ini karena Mu’tazilah menganggap Al-Qur’an itu mahkluk.
Dan masih banyak para perihlah yang lain. [10]
d. Aktivitas Menulis Buku
Aktivitas ini dilakukan pelajar pada masa Al-Ma’mun, Mereka telah menerjemahkan beberapa buku terkait dengan karya-karya yang diluar dari bahasa arab diantaranya :
1. Hunayn ibn Ishaq (194-259 H/809-873 M) . Ia seorang kristen keturunan Nestoria yang akarab dengan ilmu kedokteran dan menjadi dokter di khalifah dan guru dokter di Baghdad.(Mahmud Yunus 2007). Ia keliling Imperium Byzatium untuk mengumpulkan manuskrip tersebut kemudian diterjemahkannya bersama dengan timnya termasuk anaknya yaitu Ishaq, kemenakannya Hubaish, dan sarjana muda potensial.
2. Jabir ibn Hayyan (721-815). Ia berasal dari Tarsus memusatkan diri dalam ilmu kimia dengan cara menerjemahkan buku-buku Persia dan Yunani. Aktivitas menerjemahkan ilmu pengetahuan berlangsung diantara penuntut ilmu pengetahuan berbeda agama. Mereka sepenuhnya melibatkan diri dalam pembahasan bertema filsafat dan ilmu umum. Adanya kontak antara murid yang berbeda agama seperti kriten dan Islam, terjadi seperti dipusat pelajarKoleso Kristen Nestorian di Gondeshapur yang mengembangkan bidang kedokteran.
e. Aktivitas Menulis Buku
Selain belajar kepada syeh, mereka juga ada kegiatan menulis buku. Diantaranya yang menulis buku yaitu:
1. Al-Jahizh (776-869 M ), seorang sastrawan terkenal pada masa Al-Ma’mun yang berani melepaskan diri dari ikatan tradisi dalam menulis. Gurunya yaitu al-Nazhzham, guru fiqh dan filsafat. Karyanya yang paling terkenal adalah Kitab al-Hayawan terdiri dari tujuh jilid mengenai hewan-hewan.
2. Imam Bukhari, gurunya Ishaq bin Rahawaih yang terkenal dengan ilmu haditsnya. Kitab hadits yang dibuatnya terkenal bernama al-Jami’al-Sahih. Selain itu dia juga menulis dua buah buku di Madinah yaitu Qadlay al-Shahabah wa al-Tabi;in dan al-Tarikh al-Kabir.dll[11]
Aktivitas belajar pada masa itu dapat kita lihat perkembangannya dengan melihat jasa peninggalannya dalam menuntut Ilmu. Selama masa kepemimpinannya, banyak hal yang dilakukan sebagai bagian dari bentuk jasa dan peninggalan yang sangat besar dalam proses pembentukan dan perkembangan intelektual muslim. Diantara jasa-jasa peninggalannya yaitu:
1. Pembentukan lembaga riset baitul Hikmah yang banyak didatangi oleh para ahli untuk melakukan kajian dan diskusi ilmiah, sehingga lembaga tersebut menjadi kebanggaan masa kejayaan pada Masa ini. Dari lembaga inilah banyak banyak bermunculan intelektual muslim.
2. Kehidupan berpikir bebas, sehingga banyak ulama yang memiliki kemampuan berpikir lebih jauh dibandingkan dengan kaum intelektual lainnya.
3. Berkembangnya ilmu filsafat islam sebagai bagian dari kejayaan kaum intelektual muslim.
4. Berkembangnya ilmu kedokteran muslim dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
5. Berkembangnya ilmu kalam dan ilmu-ilmu lainnya.
6. Kehidupan toleransi yang begitu tinggi, sehingga terciptanya kerukunan antar umat beragama dimasa pemerintahan Al-Ma’mun
Demikian sebagian penjelasan mengenai jasa dan peninggalan khalifah Al-Ma’mun. Dari berbagai kebijakan yang dikeluarkannya mampu membangkitkan semangat intelektual muslim. Sehingga Pengethuan Islam mengalami masa-masa kejayaan pada masa pemerintahannya. [12]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Abdullah Al-Ma’mun adalh tokoh penting dalam sejarah pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah. Dalam catatan biografinya disebutkan bahwa ia memiliki kemampuan politik dan keceerdasan yang luar biasa. Memiliki sifat pemaaf, tetapi tegas dalam menegakkan kebenaran. Oleh karena itu banyak peristiwa konflik internal umat Islam berupa pemberontakan dan kasus-kasus politik lainnya diselesaikan dengan tegas dan bijaksana. Malah ia memaafkan Al-Fadl bin Sahal, tokoh yang menentangnya dan berusaha mempengaruhi masa agar juga ikut menentangnya, setelah tertangkap ia malah dimaafkan.
Kecerdasan intelektualnya benar-benar dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban islam. Dia mendirikan Baitul Hikamah dan majlis Munadzarah, sebagai pusat Riset dan perpustakaan terbesar di bagdad serta pusat kajian Islam ketika itu. Banyak anggaran di keluarkan guna mencari naskah dan pembelian buku-buku asing untuk diterjemahkan dalam bahasa Arab. Dari kecintaan dan keinginan kuat dalam mengembangkan ilmu inilah Membuat namanya tertulis dalam tinta emas sebagai salah seorang khalifah yang sangat berhasil. Diantara Ilmu Pengetahuan dan peradaban islam yang terjadi pada masanya adalah Filsafat, ilmu kalam, ilmu fiqih, tafsir, hadits, dan lain-lain. Diantara Ilmuan yang muncul ketika itu adalah Imam Al-Bukhari, Al-Waqidi dan lain-lain. Selain itu ia juga menerapkan kebijakan toleransi dan kebebasan memeluk agama , sehingga masyarakat non muslm mendapat perlindungan hokum yang kut.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa berbagai usaha yang dilakukan Al-Ma’mun untuk memajukan Ilmu pengetahuan, Peradaban Islam dan penataan system administrasi ketatanegaraan cukup berhasil. Hal ini di tandai dengan bermunculnya para ahli lembaga riset yang menghasilkan karya monumental dari para pakar dibidangnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Murodi. 2003. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Murodi. 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Alavi, Zianudin. 2003. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung : Angkasa
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta : Prenada Media
Fauzan. 2004. Islam Pada Masa Khalifah. Jakarta : Rajawali Prees
Tidak ada komentar:
Posting Komentar